SEMINAR SEHARI PENANGGULANGAN TB-HIV & AIDS
Problematik Tuberkulosis dan HIV
Dr. Dwi Bambang, Sp.P
BP 4 SEMARANG
TUBERKULOSIS & HIV
100 TH TB MASIH MASALAH
WHO 1.700 JUTA PENDUDUK DUNIA TERINFEKSI KUMAN TB
WHO 175.000/TH KEMATIAN PENDERITA TB DI INDONESIA
TH. 1993 5 JUTA ORANG TERINFEKSI HIV
TH. 1995 17 JUTA ORANG TERINFEKSI HIV
GLOBAL HIV/AIDS 34,6 - 42,3 JUTA HIV
20 JUTA MENINGGAL AIDS
SITUASI TB DI INDONESIA
SETIAP MENIT 1 KASUS BARU TB
SETIAP 4 MENIT, 1 PASIEN MENINGGAL KARENA TB
GLOBAL TB BURDEN
PROBLEM TB - HIV
DIAGNOSIS YANG SALAH KARENA SULIT
ANGKA KESAKITAN/ KEMATIAN YANG MENIGKAT SELAMA PENGOBATAN
RESISTENSI OBAT
PROBLEM SOSIAL KULTURAL & EKONOMI
INTERAKSI OBAT
KOMPLIKASI PARU PADA PENDERITA AIDS
KOMPLIKASI PARU PENYEBAB MORBIDITAS DAN MORTALITAS UTAMA DGN HIV
80 % PENDERITA HIV AKAN MENGALAMI BERBAGAI PENYAKIT PARU
> 50 % PENDERITA HIV + PENY.PARU
KOMPLIKASI PARU PADA INFEKSI HIV
INFEKSI
1. PNEUMOCYSTIS CARINII (50 – 60 %)
2. BAKTERI S. PNEUMONIA DAN H. INFLUENZAE
( 10-20% ) M. TUBERCULOSIS,M. AVIUM/INTRACELLURE ( 10 – 20% ) KUMAN KUMAN LAIN KOMPLIKASI PARU PADA INFEKSI HIV
3. VIRUS
CMV,HERPES SIMPLEX,HERPES ZOSTER,ADENOVIRUS
4. JAMUR
HISTOPLASMA CAPSULATUM,COCCIDIODES IMMITIS,CRYPTOCCOCUS NEOFORMAN,ASPERGILUS SP,CANDIDA SP
5. PARASIT
MICROSPORIDIA,TOXOPLASMA GONDII,CRYPTOSPORADIA,STRONGILOIDES STERCORALIS
KOMPLIKASI PARU PADA INFEKSI HIV
KEGANASAN
* SARKOMA KAPOSI’S
* LIMFOMA NON HODGKIN
IDIOPATIK
* PNEUMONITIS LIMFOSITIK INTERSTITIAL
* PNEUMONITIS INTERSTITIAL NON SPESIFIK
HUBUNGAN HIV DAN TB
PENDERITA HIV RESIKO TB
DI INDONESIA PENDERITA TB HIV
TB DAPAT MANIFESTASI DINI DARI AIDS
PATOGENESIS
CIRI UTAMA INFEKSI HIV CD4 + MAKROFAG + MONOSIT
SEL TERSEBUT MERUPAKAN SENTRAL PERTAHANAN TUBUH
GAMBARAN KLINIK
TIDAK ADA PERBEDAAN YANG JELAS ANTARA KASUS TB PADA HIV/AIDS DAN NON HIV/AIDS
POLA PENYAKIT TB PADA PENDERITA HIV –POSITIF DAN HIV - NEGATIF
UJI TUBERKULIN
PEMERIKSAAN SPUTUM DAN FESES
MASALAH KLINIK
MASALAH RESISTENSI OBAT GANDA ( MDR )
PENGOBATAN
PENCEGAHAN
KESIMPULAN
PERBEDAAN GAMBARAN KLINIS TB PADA HIV TERMASUK GAMBARAN BAKTERIOLOGI DAN RADIOLOGINYA
TB PENYAKIT YANG MENYERTAI DARI HIV
TB HIV MENINGKAT JUMLAH KEMATIAN/KESAKITAN
KOMPLIKASI TB & HIV AKAN MEMPERBURUK KEADAAN
DIPERLUKAN PROGRAM KERJASAMA DLM PENANGANAN TB-HIV
Latest Entries »
Rabu, 10 Maret 2010
VCT (Voluntary , Counselling and Testing)
SEMINAR SEHARI PANANGGULANGAN TB-HIV & AIDS
VCT
Konseling dan Tes HIV secara Sukarela
Oleh :
dr. Wahyu Rahadi, MPH
Chief Representative FHI / ASA Central Java
Voluntary
Pelayanan secara sukarela dan rahasia mendorong orang untuk datang ke tempat yang profesional dan dapat dipercaya
Conseling
Konseling sebagai komunikasi interpersonal yang efektif untuk perubahan perilaku. Dua tahapan: konseling pra testing dan pasca testing
Testing
Tes yang berkualitas dengan hasil cepat sehingga dapat meningkatkan kebutuhan orang untuk melakukan VCT.
Standar Prosedur Depkes untuk tes HIV diagnostik
TUJUAN TEST HIV
1.Skrining à pengamanan penerima darah
2.Survey à besaran masalah di suatu wilayah pada populasi tertentu dan waktu tertentu
3.Diagnosis à mengetahui status HIV sedini mungkin untuk pencegahan & buka akses à VCT
MEMBERIKAN BANTUAN PADA SESEORANG SEDINI
MUNGKIN MENGETAHUI STATUS HIV-NYA SEHINGGA
DAPAT MELAKUKAN TINDAKAN:
1.Pencegahan penularan HIV
Orang HIV (+) Þ HIV stop with me
Ibu hamil HIV (+) Þ anaknya
HIV (-) Þ pasangan seks baru / mitra IDU
2.Membuka akses layanan yang dibutuhkan
Pelayanan medis
Pelayanan sosial
Pelayanan spiritual
Pelayanan ekonomi
Pelayanan legal, dll
PROSEDUR VCT
Pre konseling
Tes HIV
Konseling pasca tes
Yang bersangkutan mengambil hasil
Standar Minimum Testing Diagnostik Dalam Lingkup Klinis Menurut WHO
Testing bersifat sukarela
Harus ada informed consent
Individu mendapat informasi yang cukup tentang :
Penularan dan pencegahan HIV
Proses tes dan periode jendela
Pengobatan dan perawatan yang tersedia
Tersedianya konseling pasca tes
Jaminan konfidensialitas
Informasi yang cukup tentang tes dan dampak-dampak dari pengetesan harus diberikan.
Berdasarkan informasi tersebut dan selaras dengan prioritas pribadinya, klien / pasien akan melakukan pertimbangan sebelum mengambil keputusan untuk mengikuti tes.
Tes dapat ditawarkan berdasarkan layanan “opt out” dalam lingkup klinis.
VCT adalah satu titik awal dan bukan titik akhir
Alasan untuk TES HIV
Pengetahuan tentang HIV/AIDS
Meluruskan pemahaman yang keliru
Kajian tingkat risiko individu
Informasi seputar TES HIV
Diskusi berbagai kemungkinan hasil TES
Kemampuan mengatasi masalah
Kebutuhan dan dukungan
Perencanaan mengurangi risiko
Memahami tingkat pengertiannya
Pemberian waktu untuk berfikir
Pembuatan keputusan yang dipahami
Membuat rencana tindak lanjut
Hasil TES disampaikan sederhana dan jelas
Berikan waktu untuk bereaksi
Diskusikan arti dari TES dan implikasi pribadi, keluarga, sosial, keterbukaan
Perencanaan mengurangi risiko pribadi
Manajemen reaksi emosi
Dukungan yang dapat diberikan saat itu
Perawatan dan dukungan lebih lanjut
Membuat rencana lebih lanjut
MANAGER KASUS (MK)
Orang yang memberikan layanan untuk mengaitkan & mengkoordinasikan bantuan dari berbagai lembaga & badan penyedia dukungan medis, psikososial, dan praktis bagi individu yang membutuhkan bantuan.
SUPPORT GROUP
Kelompok yang memberikan dukungan
terhadap ODHA (biasanya kelpk ODHA juga)
Jenis - jenis VCT:
1. VCT yang berdiri sendiri.
Biasanya di LSM/ swasta
2. VCT yang bergabung dengan RS,
Puskesmas / Klinik IMS.
3. VCT mobile
Rumah Sakit dan LSM yang punya VCT di Semarang.
Balai Pencegahan dan Pengobatan Peny. Paru (BP4).
RS Dr, Kariadi.
RSU Tugu.
RSU Kota Semarang di Ketileng
RS Pantiwiloso Citarum.
Yayasan Wahana Bhakti Sejahtera di jl. Raden Patah.
Griya Asa di SK.
KLINIK VCT DITEMPAT LAIN :
Solo : - RS Dr. Moewardi
- RS Dr. Oen.
Purwokerto : - RS Prof.Dr. Margono S.
- RSUD Banyumas.
Kab. Tegal : Klinik Mitra Sehat (PKBI).
Kab. Semarang : RSU Ambarawa.
Batang : Puskesmas Limpung II.
Salatiga : Puskesmas Sidorejo Lor.
Cilacap :Puskesmas Cilacap Selatan II
VCT
Konseling dan Tes HIV secara Sukarela
Oleh :
dr. Wahyu Rahadi, MPH
Chief Representative FHI / ASA Central Java
Voluntary
Pelayanan secara sukarela dan rahasia mendorong orang untuk datang ke tempat yang profesional dan dapat dipercaya
Conseling
Konseling sebagai komunikasi interpersonal yang efektif untuk perubahan perilaku. Dua tahapan: konseling pra testing dan pasca testing
Testing
Tes yang berkualitas dengan hasil cepat sehingga dapat meningkatkan kebutuhan orang untuk melakukan VCT.
Standar Prosedur Depkes untuk tes HIV diagnostik
TUJUAN TEST HIV
1.Skrining à pengamanan penerima darah
2.Survey à besaran masalah di suatu wilayah pada populasi tertentu dan waktu tertentu
3.Diagnosis à mengetahui status HIV sedini mungkin untuk pencegahan & buka akses à VCT
MEMBERIKAN BANTUAN PADA SESEORANG SEDINI
MUNGKIN MENGETAHUI STATUS HIV-NYA SEHINGGA
DAPAT MELAKUKAN TINDAKAN:
1.Pencegahan penularan HIV
Orang HIV (+) Þ HIV stop with me
Ibu hamil HIV (+) Þ anaknya
HIV (-) Þ pasangan seks baru / mitra IDU
2.Membuka akses layanan yang dibutuhkan
Pelayanan medis
Pelayanan sosial
Pelayanan spiritual
Pelayanan ekonomi
Pelayanan legal, dll
PROSEDUR VCT
Pre konseling
Tes HIV
Konseling pasca tes
Yang bersangkutan mengambil hasil
Standar Minimum Testing Diagnostik Dalam Lingkup Klinis Menurut WHO
Testing bersifat sukarela
Harus ada informed consent
Individu mendapat informasi yang cukup tentang :
Penularan dan pencegahan HIV
Proses tes dan periode jendela
Pengobatan dan perawatan yang tersedia
Tersedianya konseling pasca tes
Jaminan konfidensialitas
Informasi yang cukup tentang tes dan dampak-dampak dari pengetesan harus diberikan.
Berdasarkan informasi tersebut dan selaras dengan prioritas pribadinya, klien / pasien akan melakukan pertimbangan sebelum mengambil keputusan untuk mengikuti tes.
Tes dapat ditawarkan berdasarkan layanan “opt out” dalam lingkup klinis.
VCT adalah satu titik awal dan bukan titik akhir
Alasan untuk TES HIV
Pengetahuan tentang HIV/AIDS
Meluruskan pemahaman yang keliru
Kajian tingkat risiko individu
Informasi seputar TES HIV
Diskusi berbagai kemungkinan hasil TES
Kemampuan mengatasi masalah
Kebutuhan dan dukungan
Perencanaan mengurangi risiko
Memahami tingkat pengertiannya
Pemberian waktu untuk berfikir
Pembuatan keputusan yang dipahami
Membuat rencana tindak lanjut
Hasil TES disampaikan sederhana dan jelas
Berikan waktu untuk bereaksi
Diskusikan arti dari TES dan implikasi pribadi, keluarga, sosial, keterbukaan
Perencanaan mengurangi risiko pribadi
Manajemen reaksi emosi
Dukungan yang dapat diberikan saat itu
Perawatan dan dukungan lebih lanjut
Membuat rencana lebih lanjut
MANAGER KASUS (MK)
Orang yang memberikan layanan untuk mengaitkan & mengkoordinasikan bantuan dari berbagai lembaga & badan penyedia dukungan medis, psikososial, dan praktis bagi individu yang membutuhkan bantuan.
SUPPORT GROUP
Kelompok yang memberikan dukungan
terhadap ODHA (biasanya kelpk ODHA juga)
Jenis - jenis VCT:
1. VCT yang berdiri sendiri.
Biasanya di LSM/ swasta
2. VCT yang bergabung dengan RS,
Puskesmas / Klinik IMS.
3. VCT mobile
Rumah Sakit dan LSM yang punya VCT di Semarang.
Balai Pencegahan dan Pengobatan Peny. Paru (BP4).
RS Dr, Kariadi.
RSU Tugu.
RSU Kota Semarang di Ketileng
RS Pantiwiloso Citarum.
Yayasan Wahana Bhakti Sejahtera di jl. Raden Patah.
Griya Asa di SK.
KLINIK VCT DITEMPAT LAIN :
Solo : - RS Dr. Moewardi
- RS Dr. Oen.
Purwokerto : - RS Prof.Dr. Margono S.
- RSUD Banyumas.
Kab. Tegal : Klinik Mitra Sehat (PKBI).
Kab. Semarang : RSU Ambarawa.
Batang : Puskesmas Limpung II.
Salatiga : Puskesmas Sidorejo Lor.
Cilacap :Puskesmas Cilacap Selatan II
PENGOBATAN ANTIRETROVIRUS (ARV) PADA ODHA
PENGOBATAN ANTIRETROVIRUS (ARV) PADA ODHA
Muchlis Achsan Udji Sofro
Tim HIV-AIDS RSUP Dr Kariadi
Fakultas Kedokteran UNDIP
Semarang
Disampaikan di BP4 Pekalongan 28 Maret 2007
Tujuan Pengobatan ARV
1.↓ Laju penularan HIV
2.↓ Angka kesakitan & kematian ODHA
3.↑ Kualitas hidup ODHA
4.Pulihkan & atau pelihara fungsi kekebalan tubuh
5.Tekan replikasi virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Persyaratan memulai ARV
1.Tersedia layanan & fasilitas khusus (dokter terlatih ART (Antiretrovirus Therapy)
2.Mengapa?
1.Terapi rumit (harus 3 macam obat)
2.Biaya mahal
3.Perlu pemantauan yang intensif
Layanan ARV
1.Klinik VCT : temukan kasus yang perlu terapi
2.Konseling kepatuhan
3.Terapi Infeksi Ikutan (oportunistik)
4.Laboratorium: darah rutin, SGOT-SGPT, CD4 à pantau terapi
5.Ketersediaan ARV & obat infeksi oportunistik
Kapan mulai ARV
Bila tersedia pemeriksaan CD4:
ùStadium IV WHO, tanpa memandang CD4
ùStadium III WHO, dengan CD4 <350/mm3
ùStadium I atau II WHO dengan CD4 <200/mm3
Perkembangan AIDS
Viral Load = Kecepatan KA
CD4 = Jarak ke jurang
Indications for Initiation of Therapy: Chronic Infection
Indications for Initiation of Therapy: Chronic Infection
TLC : Total Lymphocit Count
Bila tidak tersedia sarana pemeriksaan CD4:
ùStadium IV WHO, tanpa memandang TLC
ùStadium III WHO, tanpa memandang TLC
ùStadium II WHO dengan TLC <1200/mm3
Obat Antiretroviral yang tersedia di Dunia
Current Antiretroviral Medications
NRTI
Abacavir ABC
Didanosine DDI
Emtricitabine FTC
Lamivudine 3TC
Stavudine D4T
Zidovudine ZDV
Zalcitabine DDC
Tenofovir TDF
NNRTI
Delavirdine DLV
Efavirenz EFV
Nevirapine NVP
PI
Amprenavir APV
Atazanavir ATV
Fosamprenavir FPV
Indinavir IDV
Lopinavir LPV
Nelfinavir NFV
Ritonavir RTV
Saquinavir SQV
soft gel SGC
hard gel HGC
tablet INV
Tipranavir TPV
Fusion Inhibitor
Enfuvirtide T-20
Jenis ARV di RS Dr Kariadi
Duviral (Zidovudin=AZT 300mg, Lamivudin=3TC 150 mg) à NRTI
Neviral (Nevirapin = NVP 200mg) à NNRTI
Hiviral (Lamivudin=3TC 150mg) à NRTI
Efavirens à NNRTI
Stavex (Stavudin= D4T 30mg) à NRTI
The HIV viral life cycle
Initial Treatment: Preferred Regimens
*Avoid in pregnant women and women with high pregnancy potential.
Initial Treatment: Alternative Regimens (1)
*Avoid in pregnant women and women with high pregnancy potential.
**Because of higher rates of hepatotoxicity, nevirapine should not be initiated in women with pre-nevirapine CD4 counts >250cells/mm3 or men with CD4+ T cell counts >400 cells/mm3, unless the benefit clearly outweighs the risk.
Initial Treatment: Alternative Regimens (2)
Initial Treatment: Alternative Regimens (3)
Initial Treatment: Alternative Regimens (4)
Pilihan Obat ARV di RSUP Dr Kariadi
Pilihan ARV pertama
Zidovudin (AZT)
Lamivudin (3TC)
Nevirapin (NVP)
Pilihan ARV kedua:
Zidovudin (AZT)
Lamivudin (3TC)
Evafirenz (EFV)
Pemantauan Klinis & Laboratorium
Timbang berat badan tiap bulan
Kepatuhan minum obat
Tes SGOT SGPT, Hb, CD4 tiap 3 bulan
Ada dana? “Viral Load”
Obat ARV untuk Kelompok Tertentu
Perempuan usia subur atau hamil
Anak-anak
TB Paru
Pengobatan Penting lain: Infeksi oportunistik
TBC Paru
Candidiasis oral
Herpes simpleks
CMV
Toxoplasma
Hepatitis B & C
Terima kasih
Selasa, 23 Februari 2010
Materi Seminar Sehari "Deteksi Dini Penyakit Paru Akibat Kerja"
Epidemiologi Penyakit Paru Akibat Kerja
Oleh
dr. Baju Widjasena, M.Erg
Staff pengajar Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Semarang
I. Pendahuluan
Modernisasi berdampak terhadap kemajuan industri. Industrialisasi diikuti dengan penggunaan bahan kimia dan mesin-mesin industri. Lingkungan industri yang mengandung Hazard (potensi bahaya) berpengaruh terhadap produktivitas Tenaga kerja .
Potensi bahaya di lingkungan industri dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang mengenai organ-organ tubuh tenaga kerja. Salah satu organ tubuh yang terkena adalah paru tenaga kerja.
Di USA penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja nomer satu dikaitkan dengan frekuensi, tingkat keparahan dan kemampuan pencegahannya. Biasanya disebabkan oleh paparan iritasi atau bahan toksik yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut maupun kronis. Kebiasaan merokok akan memperparah penyakit tersebut. Total pembiayaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja mencapai $ 170 milyar pertahunnya. Pada tahun 2002, tercatat tercatat 294.500 kasus baru. Secara keseluruhan 2,5 per 10.000 tenaga kerja berkembang menjadi non fatal penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja biasanya sulit disembuhkan akan tetapi mudah dicegah. (www. Lungusa.org, diakses 17 juli 2006).
Di Indonesia, belum ada data mengenai penyakit akibat kerja pada umumnya dan penyakit paru khususnya. Belum adanya data dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain Sistem Informasi Kesehatan Kerja yang belum berjalan, kurang dan lemahnya sumber daya di bidang kesehatan kerja, kurangnya partisipasi pengusaha serta kurangnya dukungan dari pemerintah.
Mengingat semakin meningkatnya kasus penyakit paru akibat kerja dan pentingnya upaya pencegahannya, maka perlu diketahui epidemiologi penyakit paru akibat kerja. Diharapkan dengan pengetahuan ini, minimal diketahui macam macam penyakit akibat kerja, agen penyebab penyakit akibat kerja dan jenis industri tempat timbulnya penyakit paru akibat kerja dan upaya pencegahannya.
II. Definisi Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul karena hubungannya dengan kerja atau yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Menurut Keppres RI no 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja terdapat 31 jenis penyakit. Secara khusus terdapat 6 jenis penyakit yang mengenai paru tenaga kerja dalam peraturan tersebut. Penyakit tersebut meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru & saluran napas oleh debu logam berat, disebakan oleh debu kaps, vlas, henep dan sisal, Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma oleh asbes dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.
III. Komponen Penyebaran Penyakit Paru Akibat kerja
1. Faktor penyebab
Faktor penyebab penyakit paru akibat kerja di golongkan menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Golongan kimiawi meliputi debu logam berat, debu organik, debu anorganik
b. Golongan biologis meliputi bakteri, virus dan jamur
2. Faktor Host
Faktor host yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit paru akibat kerja adalah :
a. Faktor imunitas
b. Faktor gizi
3. Faktor Lingkungan
Keadaan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga kerja adalah kondisi fisik dan sanitasi dari lingkungan kerja tersebut, sistem organisasi kerja ( lama kerja, lama istirahat dan sistem shift) dan ketersediaan pelayanan kesehatan kerja
IV. Macam Penyakit Paru Akibat Kerja
Berdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru & saluran napas oleh debu logam berat, Penyakit paru & saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (Byssinosis), Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.
1. Pneumoconiosis
Merupakan istilah yang digunakan menyatakan penyakit paru yang disebabkan inhalasi debu terutama debu anorganik di alam. Penyakit tersebut antara lain :
a. Silicosis
Merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh inhalasi dan retensi kristal silica dioxide di paru. Tenaga kerja yang terkena silicosis biasanya bekerja di industri penambangan batu, sanblasting dan industri lain yang terdapat debu silica yang dapat terhirup masuk ke dalam paru.
Sekitar satu juta pekerja diyakini terpapar debu silika di tempat kerjanya. Tiap tahun 200 orang meninggal akibat silikosis sebagai sebab utama kematiannya baik yang tercatat maupun yang tidak tercatat dalam catatatan laporan kematian. Angka rata-rata tersebut stabil mulai awal tahun 1990 dari tahun ke tahun.
b. Asbestosis
Merupakan penyakit paru progresif berupa jaringan parut di jaringan paru disebabkan oleh inhalasi filamen asbes ke dalam paru. Tenaga kerja yang terkena biasanya mereka yang bekerja pada industri konstruksi dan industri yang menggunakan bahan dasar asbes.
Di USA, diperkirakan 1,3 juta pekerja terpapar debu asbes di tempat kerjanya. Antara tahun 1980 hingga 2002 tercatat 6.343 kematian akibat asbestosis.
c. Coal worker’s (Black lung disease).
Merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh inhalasi debu batu bara. Tenaga kerja yang terkena biasanya bekerja di industri pertambangan terutama tambang batu bara,
Diperkirakan 2,8% pekerja tambang batu bara terkena coal worker’s, di mana 0,2% mengalami fibrosis paru sebagai bentuk terberat dari penyakit ini. Tiap tahun terdapat 400 kematian akibat penyakit ini.
2. Byssinosis (Brown Lung disease)
Merupakan penyakit paru kronis yang menyerang pada tenaga kerja di industri tekstil akibat pemaparan debu kapas, vlas, henep dan sisal. Ditemukan pertama kali oleh dokter dari Belgia yang mengadakan penelitian tentang gejala penyakit saluran napas di industri tekstil 100 tahun yang lalu.
WHO menyatakan bahwa antara tahun 1979 hingga 2002 terdapat 140 kematian akibat terkena byssinosis. Tercatat lebih dari 35.000 kasus tenaga kerja yang mengalami gangguan fungsi paru akibat byssinosis.
3. Asma akibat kerja
Merupakan kasus penyakit paru akibat kerja paling sering timbul di USA. Diperkirakan 15 hingga 23% dari kasus penyakit asma baru yang muncul pada penderita dewasa merupakan asma akibat kerja. Kasus ini termasuk asma yang diperburuk oleh kondisi lingkungan kerja ( aggravate preexisting asthma )
4. Alveolitis alergika akibat debu organik
Penyakit ini lebih sering disebut juga sebagai Hypersensitivity pneumonitis. Alveolitis alergika merupakan penyakit paru yang diakibatkan inhalasi dari debu organik seperti spora jamur, kotoran burung. Debu organik yang terhirup menyebabkan peradangan pada alveoli dan dapat menimbulkan jaringan parut. Penyakit ini menyerang tenaga kerja yang bergerak
Kematian akibat penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1979 terdapat 20 kematian dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 1999 yaitu menjadi 57 kematian.
5. Kanker paru atau mesothelioma oleh asbes
Di dunia, Sekitar 20 hingga 30 % pria dan 5 hingga 20 % wanita telah terpapar agen penyebab kanker paru di lingkungan kerjanya.
6. Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.
Penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah Anthrak, Tuberkulosis, Avian Infleuenza. Penyakit anthrak di derita oleh tenaga kerja di sektor peternakan dan penyamakan kulit binatang. Penyakit tuberkulosis menyerang tenaga kerja yang bekerja pada semua tenaga yang berisiko terkena penyebab penyakit paru akibat kerja lainnya. Penyakit avian influenza menyerang tenaga kerja di sektor peternakan unggas dan babi.
V.Upaya Pencegahan
Dalam rangka pencegahan Penyakit Paru akibat Kerja diperlukan kerja-sama sinergis antara tenaga kerja, Departemen K3, dokter perusahaan dan pihak manajemen perusahaan.
Kegiatan pencegahan meliputi kegiatan
1. Penerapan peraturan perundangan yang berlaku
Upaya perlindungan dan pencegahan terhadap akibat yang merugikan perusahaan maupun tenaga kerja melalui penerapan Standart Operating Procedure ( SOP ), Petunjuk dan cara kerja berdasar norma kerja berdasar Undang-undang dan peraturan K3 yang berlaku seperti Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di tempat kerja.
2. Identifikasi Potensi Bahaya dan penilaian risiko
Merupakan pengenalan terhadap kondisi lingkungan kerja, pekerjaan dan beberapa faktor lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit paru akibat kerja. Hasil dari pengenalan dapat digunakan bahan dalam melakukan analisis risiko. Kedua hal tersebut sangat penting dalam upaya pencegahan
3. Pengujian dan pemantauan lingkungan kerja
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapat data mengenai faktor kimia maupun biologis. Dari kegiatan ini akan didapatkan hasil kadar potensi bahaya yang ada.
4. Pengujian Kesehatan Tenaga Kerja & Pemantauan Biologis
Pemeriksaan kesehatan sangat perlu dalam rangka penegakan diagnosis penyakit akibat kerja. Pemeriksaan kesehatan tersebut meliputi pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus.
5. Teknologi Pengendalian
Berdasarkan hirarki pengendalian mulai darieliminasi, subtitusi, engineering control, administrasi dan alat pelindung diri.
VI. Pustaka
1. Occupational Lung Disease Fact sheet. http://www.lungusa.org/site%20diakses%2017%20Juli%202006
2. Djojodibroto, R D. 1999. Kesehatan kerja di Perusahaan. Gramedia. Jakarta.
3. Budiono, S.A.M.; R.M.S. Jusuf dan Adriana, P. 2003.Bunga Rampai Hiperkes & KK, Universitas Diponegoro, Semarang
4. Suma’mur, PK. 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV Masagung. Jakarta.
5. Williams, PL anda Burson, JL. 1985. Industrial Toxicology. Van Norstrand. New York.
Oleh
dr. Baju Widjasena, M.Erg
Staff pengajar Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Semarang
I. Pendahuluan
Modernisasi berdampak terhadap kemajuan industri. Industrialisasi diikuti dengan penggunaan bahan kimia dan mesin-mesin industri. Lingkungan industri yang mengandung Hazard (potensi bahaya) berpengaruh terhadap produktivitas Tenaga kerja .
Potensi bahaya di lingkungan industri dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang mengenai organ-organ tubuh tenaga kerja. Salah satu organ tubuh yang terkena adalah paru tenaga kerja.
Di USA penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja nomer satu dikaitkan dengan frekuensi, tingkat keparahan dan kemampuan pencegahannya. Biasanya disebabkan oleh paparan iritasi atau bahan toksik yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut maupun kronis. Kebiasaan merokok akan memperparah penyakit tersebut. Total pembiayaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja mencapai $ 170 milyar pertahunnya. Pada tahun 2002, tercatat tercatat 294.500 kasus baru. Secara keseluruhan 2,5 per 10.000 tenaga kerja berkembang menjadi non fatal penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja biasanya sulit disembuhkan akan tetapi mudah dicegah. (www. Lungusa.org, diakses 17 juli 2006).
Di Indonesia, belum ada data mengenai penyakit akibat kerja pada umumnya dan penyakit paru khususnya. Belum adanya data dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain Sistem Informasi Kesehatan Kerja yang belum berjalan, kurang dan lemahnya sumber daya di bidang kesehatan kerja, kurangnya partisipasi pengusaha serta kurangnya dukungan dari pemerintah.
Mengingat semakin meningkatnya kasus penyakit paru akibat kerja dan pentingnya upaya pencegahannya, maka perlu diketahui epidemiologi penyakit paru akibat kerja. Diharapkan dengan pengetahuan ini, minimal diketahui macam macam penyakit akibat kerja, agen penyebab penyakit akibat kerja dan jenis industri tempat timbulnya penyakit paru akibat kerja dan upaya pencegahannya.
II. Definisi Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul karena hubungannya dengan kerja atau yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Menurut Keppres RI no 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja terdapat 31 jenis penyakit. Secara khusus terdapat 6 jenis penyakit yang mengenai paru tenaga kerja dalam peraturan tersebut. Penyakit tersebut meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru & saluran napas oleh debu logam berat, disebakan oleh debu kaps, vlas, henep dan sisal, Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma oleh asbes dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.
III. Komponen Penyebaran Penyakit Paru Akibat kerja
1. Faktor penyebab
Faktor penyebab penyakit paru akibat kerja di golongkan menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Golongan kimiawi meliputi debu logam berat, debu organik, debu anorganik
b. Golongan biologis meliputi bakteri, virus dan jamur
2. Faktor Host
Faktor host yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit paru akibat kerja adalah :
a. Faktor imunitas
b. Faktor gizi
3. Faktor Lingkungan
Keadaan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga kerja adalah kondisi fisik dan sanitasi dari lingkungan kerja tersebut, sistem organisasi kerja ( lama kerja, lama istirahat dan sistem shift) dan ketersediaan pelayanan kesehatan kerja
IV. Macam Penyakit Paru Akibat Kerja
Berdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru & saluran napas oleh debu logam berat, Penyakit paru & saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (Byssinosis), Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.
1. Pneumoconiosis
Merupakan istilah yang digunakan menyatakan penyakit paru yang disebabkan inhalasi debu terutama debu anorganik di alam. Penyakit tersebut antara lain :
a. Silicosis
Merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh inhalasi dan retensi kristal silica dioxide di paru. Tenaga kerja yang terkena silicosis biasanya bekerja di industri penambangan batu, sanblasting dan industri lain yang terdapat debu silica yang dapat terhirup masuk ke dalam paru.
Sekitar satu juta pekerja diyakini terpapar debu silika di tempat kerjanya. Tiap tahun 200 orang meninggal akibat silikosis sebagai sebab utama kematiannya baik yang tercatat maupun yang tidak tercatat dalam catatatan laporan kematian. Angka rata-rata tersebut stabil mulai awal tahun 1990 dari tahun ke tahun.
b. Asbestosis
Merupakan penyakit paru progresif berupa jaringan parut di jaringan paru disebabkan oleh inhalasi filamen asbes ke dalam paru. Tenaga kerja yang terkena biasanya mereka yang bekerja pada industri konstruksi dan industri yang menggunakan bahan dasar asbes.
Di USA, diperkirakan 1,3 juta pekerja terpapar debu asbes di tempat kerjanya. Antara tahun 1980 hingga 2002 tercatat 6.343 kematian akibat asbestosis.
c. Coal worker’s (Black lung disease).
Merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh inhalasi debu batu bara. Tenaga kerja yang terkena biasanya bekerja di industri pertambangan terutama tambang batu bara,
Diperkirakan 2,8% pekerja tambang batu bara terkena coal worker’s, di mana 0,2% mengalami fibrosis paru sebagai bentuk terberat dari penyakit ini. Tiap tahun terdapat 400 kematian akibat penyakit ini.
2. Byssinosis (Brown Lung disease)
Merupakan penyakit paru kronis yang menyerang pada tenaga kerja di industri tekstil akibat pemaparan debu kapas, vlas, henep dan sisal. Ditemukan pertama kali oleh dokter dari Belgia yang mengadakan penelitian tentang gejala penyakit saluran napas di industri tekstil 100 tahun yang lalu.
WHO menyatakan bahwa antara tahun 1979 hingga 2002 terdapat 140 kematian akibat terkena byssinosis. Tercatat lebih dari 35.000 kasus tenaga kerja yang mengalami gangguan fungsi paru akibat byssinosis.
3. Asma akibat kerja
Merupakan kasus penyakit paru akibat kerja paling sering timbul di USA. Diperkirakan 15 hingga 23% dari kasus penyakit asma baru yang muncul pada penderita dewasa merupakan asma akibat kerja. Kasus ini termasuk asma yang diperburuk oleh kondisi lingkungan kerja ( aggravate preexisting asthma )
4. Alveolitis alergika akibat debu organik
Penyakit ini lebih sering disebut juga sebagai Hypersensitivity pneumonitis. Alveolitis alergika merupakan penyakit paru yang diakibatkan inhalasi dari debu organik seperti spora jamur, kotoran burung. Debu organik yang terhirup menyebabkan peradangan pada alveoli dan dapat menimbulkan jaringan parut. Penyakit ini menyerang tenaga kerja yang bergerak
Kematian akibat penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1979 terdapat 20 kematian dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 1999 yaitu menjadi 57 kematian.
5. Kanker paru atau mesothelioma oleh asbes
Di dunia, Sekitar 20 hingga 30 % pria dan 5 hingga 20 % wanita telah terpapar agen penyebab kanker paru di lingkungan kerjanya.
6. Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.
Penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah Anthrak, Tuberkulosis, Avian Infleuenza. Penyakit anthrak di derita oleh tenaga kerja di sektor peternakan dan penyamakan kulit binatang. Penyakit tuberkulosis menyerang tenaga kerja yang bekerja pada semua tenaga yang berisiko terkena penyebab penyakit paru akibat kerja lainnya. Penyakit avian influenza menyerang tenaga kerja di sektor peternakan unggas dan babi.
V.Upaya Pencegahan
Dalam rangka pencegahan Penyakit Paru akibat Kerja diperlukan kerja-sama sinergis antara tenaga kerja, Departemen K3, dokter perusahaan dan pihak manajemen perusahaan.
Kegiatan pencegahan meliputi kegiatan
1. Penerapan peraturan perundangan yang berlaku
Upaya perlindungan dan pencegahan terhadap akibat yang merugikan perusahaan maupun tenaga kerja melalui penerapan Standart Operating Procedure ( SOP ), Petunjuk dan cara kerja berdasar norma kerja berdasar Undang-undang dan peraturan K3 yang berlaku seperti Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di tempat kerja.
2. Identifikasi Potensi Bahaya dan penilaian risiko
Merupakan pengenalan terhadap kondisi lingkungan kerja, pekerjaan dan beberapa faktor lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit paru akibat kerja. Hasil dari pengenalan dapat digunakan bahan dalam melakukan analisis risiko. Kedua hal tersebut sangat penting dalam upaya pencegahan
3. Pengujian dan pemantauan lingkungan kerja
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapat data mengenai faktor kimia maupun biologis. Dari kegiatan ini akan didapatkan hasil kadar potensi bahaya yang ada.
4. Pengujian Kesehatan Tenaga Kerja & Pemantauan Biologis
Pemeriksaan kesehatan sangat perlu dalam rangka penegakan diagnosis penyakit akibat kerja. Pemeriksaan kesehatan tersebut meliputi pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus.
5. Teknologi Pengendalian
Berdasarkan hirarki pengendalian mulai darieliminasi, subtitusi, engineering control, administrasi dan alat pelindung diri.
VI. Pustaka
1. Occupational Lung Disease Fact sheet. http://www.lungusa.org/site%20diakses%2017%20Juli%202006
2. Djojodibroto, R D. 1999. Kesehatan kerja di Perusahaan. Gramedia. Jakarta.
3. Budiono, S.A.M.; R.M.S. Jusuf dan Adriana, P. 2003.Bunga Rampai Hiperkes & KK, Universitas Diponegoro, Semarang
4. Suma’mur, PK. 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV Masagung. Jakarta.
5. Williams, PL anda Burson, JL. 1985. Industrial Toxicology. Van Norstrand. New York.
Senin, 22 Februari 2010
GAMBARAN UMUM
Sabtu, 20 Februari 2010
SEJARAH BKPM SEMARANG

BKPM wilayah semarang berkedudukan di Jl.KH.Ahmad dahlan No.38. letaknya sangat strategis dikawasan simpang lima. kira-kira 500 m dari simpang lima dan berhadapan dengan RSU Tlogorejo Semarang.
Didirikan pertama kali pada tanggal 2 september 1962 dengan nama Balai Pemberantasa Penyakit Paru-Paru (BP4) yang terletak di Jl.Pandaran No. 25 Semarang.tenaga yang melaksanakan pelayanan waktu itu sebanyak 2 orang pegawai. Kunjungan BKPM Wilayah Semarang dari tahun ke tahun bertambah sehingga tempat pelayanan kurang mencukupi dan kurang memenuhi syrat untuk pelayanan.
Pada tanggal 4 Februari 1980, BKPM Wilayah Semarang pindah ke Jl.KH. Achmd Dahlan No.39 Semarang. Pimpinan BKPM sejak berdiri samai sekarang adalah sebagai berikut:
Tahun 1952-1970, dipimpin oleh dr.R.Sumartono,Ahli paru-paru
Tahun 1970-1984, dipimpin oleh dr.R.Sumanto, Ahli paru-paru
Tahun 1984-1988, dipimpin oleh dr. Agus Djupri
Tahun 1988-1992, dipimpin oleh dr.Raharjo, SP
Tahun 1992-1994, dipimpin oleh dr. Hermawati Anantaraharja
Tahun 1994-2002, dipimpin oleh dr. Endang Merdekaningsih
Tahun 2002- sekarang sebagai kepala BKPM Wilayah Semarang adalah dr. Nurhayati, M.Kes
Awalnya pelayanan BP4 SEmarang mempunyai tujuan sosial menolong masyarakat yang terkena penyakit paru-paru dengan pelayanan secara cuma-cuma.Karena harga obat meningkat dan masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan semakin banyak, seangkan kondisi keuangan pemerintah tidak mencukupi, maka BP4 diubah namanya menjadi Balai Pengobatan enyakit Paru-Paru (BP4), sesuai yang tertuang dalam SK Menkes No.144/Menkes/SK/1987tahun 1987.
Sejak pergantian nama tersebut maka penderita penyakit paru-paru yang berobat dipugut biaya sekedarnya. Kemudian sebagai dasar tarif pelayanan kesehatan di BP4 maka diterbitkan surat edaran Binkesmas Departemen Kesehatan RI No.958/BM/DJ/VI/1992 tentang petunjuk pelaksanaan Pola Tarif Pelayanan Kesehatan di BP4. Pada tahun 2001 tentang tarif dan jenis Pnerimaan Negara Bukan Pajak
Dengan adanya otonomi daerah, nama BP4 berubah menjadi Balai Pencegaan Penyakit Paru (BP4), sesuai dengan Perda Privinsi Jawa Tengah No. 1 tahun 2002 tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi dan susunan Organisasi Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan.
Berdasarkan perda tersebut maka BP4 tidak hanya melaksanakan pelayanan pengobatan saja tetapi melaksanakan pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif.
Penjelasan Peraturan Daerah (PERDA) Jawa Tengah No.7 Tahun 2008 tentang organisasi dan tenaga kerja Provinsi Jawa Tengah.
Didirikan pertama kali pada tanggal 2 september 1962 dengan nama Balai Pemberantasa Penyakit Paru-Paru (BP4) yang terletak di Jl.Pandaran No. 25 Semarang.tenaga yang melaksanakan pelayanan waktu itu sebanyak 2 orang pegawai. Kunjungan BKPM Wilayah Semarang dari tahun ke tahun bertambah sehingga tempat pelayanan kurang mencukupi dan kurang memenuhi syrat untuk pelayanan.
Pada tanggal 4 Februari 1980, BKPM Wilayah Semarang pindah ke Jl.KH. Achmd Dahlan No.39 Semarang. Pimpinan BKPM sejak berdiri samai sekarang adalah sebagai berikut:
Tahun 1952-1970, dipimpin oleh dr.R.Sumartono,Ahli paru-paru
Tahun 1970-1984, dipimpin oleh dr.R.Sumanto, Ahli paru-paru
Tahun 1984-1988, dipimpin oleh dr. Agus Djupri
Tahun 1988-1992, dipimpin oleh dr.Raharjo, SP
Tahun 1992-1994, dipimpin oleh dr. Hermawati Anantaraharja
Tahun 1994-2002, dipimpin oleh dr. Endang Merdekaningsih
Tahun 2002- sekarang sebagai kepala BKPM Wilayah Semarang adalah dr. Nurhayati, M.Kes
Awalnya pelayanan BP4 SEmarang mempunyai tujuan sosial menolong masyarakat yang terkena penyakit paru-paru dengan pelayanan secara cuma-cuma.Karena harga obat meningkat dan masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan semakin banyak, seangkan kondisi keuangan pemerintah tidak mencukupi, maka BP4 diubah namanya menjadi Balai Pengobatan enyakit Paru-Paru (BP4), sesuai yang tertuang dalam SK Menkes No.144/Menkes/SK/1987tahun 1987.
Sejak pergantian nama tersebut maka penderita penyakit paru-paru yang berobat dipugut biaya sekedarnya. Kemudian sebagai dasar tarif pelayanan kesehatan di BP4 maka diterbitkan surat edaran Binkesmas Departemen Kesehatan RI No.958/BM/DJ/VI/1992 tentang petunjuk pelaksanaan Pola Tarif Pelayanan Kesehatan di BP4. Pada tahun 2001 tentang tarif dan jenis Pnerimaan Negara Bukan Pajak
Dengan adanya otonomi daerah, nama BP4 berubah menjadi Balai Pencegaan Penyakit Paru (BP4), sesuai dengan Perda Privinsi Jawa Tengah No. 1 tahun 2002 tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi dan susunan Organisasi Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan.
Berdasarkan perda tersebut maka BP4 tidak hanya melaksanakan pelayanan pengobatan saja tetapi melaksanakan pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif.
Penjelasan Peraturan Daerah (PERDA) Jawa Tengah No.7 Tahun 2008 tentang organisasi dan tenaga kerja Provinsi Jawa Tengah.
TUJUAN, VISI DAN MISI
TUJUAN:
Meningkatkan Status Kesehatan Paru Dan Pernafasan Bagi Masyarakat Melalui Upaya Penanggulangan Penyaki Paru Dan Pernafasan Secara Menyeluruh
VISI:
Menjadi Pusat : Rujukan Pelayanan Kesehatan Paru Dan Pernafasan Yang Terbaik Di Jawa Tengah
MISI :
1. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Paru Dan Pernafasan Yang Bermutu Dan Terjangkau
2. Meningkatkan Profesionalisme, Dedukasi Dan Liyalitas Serta Kesejahteraan
3. Menggerakkan Peran Serta Masyarakat Untuk Melaksanakan Pembangunan Kesehatan Paru Dan Pernafasan Secara Terpadu Dan Terintegrasi
4. Pemenuhan Sarana Dan Prasarana Untuk Kenyamanan Dan Keamanan.
Meningkatkan Status Kesehatan Paru Dan Pernafasan Bagi Masyarakat Melalui Upaya Penanggulangan Penyaki Paru Dan Pernafasan Secara Menyeluruh
VISI:
Menjadi Pusat : Rujukan Pelayanan Kesehatan Paru Dan Pernafasan Yang Terbaik Di Jawa Tengah
MISI :
1. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Paru Dan Pernafasan Yang Bermutu Dan Terjangkau
2. Meningkatkan Profesionalisme, Dedukasi Dan Liyalitas Serta Kesejahteraan
3. Menggerakkan Peran Serta Masyarakat Untuk Melaksanakan Pembangunan Kesehatan Paru Dan Pernafasan Secara Terpadu Dan Terintegrasi
4. Pemenuhan Sarana Dan Prasarana Untuk Kenyamanan Dan Keamanan.
JENIS PELAYANAN
JENIS PELAYANAN

1. Pojok informasi
Koordinator : Sri Tjahjowati , SKM,M.Kes
Jenis pelayanan : Memberikan informasi mengenai alur pelayanan di BKPM, membantu pasien yang kesulitan dalam proses pelayanan dan membagikan leaflet, blooklet, atau informasi kesehatan lainnya
Pelaksana pelayanan : petugas administrasi yang terlatih
Waktu playanan : 07.00 s/d selasai
2. Pendaftaran dan rekam medis
Koordinator : urip pamujiono , s.kom
Jenis pelayanan : Rekam Medis
Pelaksana pelayanan : Sarjana Informatika, Ahli Madya Rekam Medis
Waktu pelayanan : 07.00 s/d selasai
3. Kasir
Koordinator : Chris Subanu
Jenis pelayanan : Melayani pebayaran kesehatan
pelaksana pelayanan : Pelaksana Administrasi
Waktu pelayanan : 07.00 s/d selasai
4. Pelayanan gawat darurat
Koordinator : dr. Sri Purwani
Jenis pelayanan : Meengelola Kasus Gawat Darurat Paru Dan Pernafasan
Pelaksana pelayanan : Dokter Umum Plus, Perawat Yang Sudah Terlatih
Waktu pelayanan : Setiap Hari Kerja Jam 07.30 S/D Selesai
Tarif : Sesuai Tindakan Yang Dilakukan
5. Klinik umum I
Koordinator : dr. Laksmi Satriana
Jenis pelayanan : memeriksa fisik pasien baru untuk mendukung menegakkan diagnosa
Pelaksana pelayanan : Dokter Umum, Perawat
Waktu pelayanan : 07.30 S/D Selesai
Tarif : Rp. 6000,-

6. Klinik umum II
Koordinator : dr. Yuli Elvita
Jenis pelayanan : Pengelolaan pasien lama Non TB Paru
Pelaksana pelayanan : Dokter Umum, Perawat
Waktu pelayanan : 07.30 S/D Selesai
Tarif : Rp. 6000,-
7. Klinik TBC
Koordinator : dr. Herti Rachmawati
Jenis pelayanan : Pengelolaan pasien TB baik kasus baru maupun kasus lama
Pelaksana pelayanan : Dokter Umum, Perawat, SKM
Waktu pelayanan : 07.30 S/D Selesai
Tarif : Rp. 6000,-
8. Pojok Gizi
Koordinator : dr. Ulfa Yuaeni
Jenis pelayanan : - Memberikan penyuluhan dan konsultasi gizi
- Memberikan makanan tambahan bagi pasien TB dengan gizi kurang /buruk.
Pelaksana pelayanan : Dokter Umum, Perawat, Ahli Madya Gizi
Waktu pelayanan : 07.30 S/D Selesai
9. Pelayanan laboratorium
Koordinator : dr. Herti Rachmawati
Jenis pelayanan : Pemerikasaan Hematologi, Mikrobiologi, Kimia Klinis, Dan Tes Mantoux
Pelaksana pelayanan : Analis Kesehatan, Pekarya Yang Sudah Terlatih
Waktu pelayanan : 07.30 S/D Selesai
Tarif : Sesai Dengan Permintaan
10. Rontgen/Radiologi
Koordinator : dr. Saryono Sudarjo
Jenis pelayanan : Pemerikasaan Foto Torax, Foto Kepala, Foto Abdomen, Extremitas.
Pelaksana pelayanan : Dokter Spesialis Ridiologi, Dokter Umum Plus, Penata Rontgen, Petugas Administrasi
Waktu pelayanan : 07.30 S/D Selesai
Tarif : Sesai permintaan foto rontgen dari dokter pengirim.

a. Klinik spesialis paru dan pernafasan
Koordinator : dr. Dwi Bambang, Sp.P
Jenis pelayanan : Konsultasi, pemerikasaan tindakan dan terapi khusus
Pelaksana pelayanan : Dokter Spesialis paru, Perawat yang sudah terlatih
Waktu pelayanan : Jum’at jam 10.00 S/D Selesai
Tarif : Rp. 9.000,-
b. Klinik Spesialis Anak
Koordinator : dr. Ellyawati Sp.A
Jenis Pelayanan : Konsultasi, pemerikasaan tindakan dan terapi khusus anak
Pelaksana Pelayanan : Dokter Spesialis Anak, Perawat
Waktu Pelayanan : JRabu jam 11.30 S/D Selesai
Tarif : Rp. 9.000,-
c. Klinik rehabilitasi medik
Koordinator : dr. Siti Hanan, Sp.M/ dr.Sugianto, Sp.RM
Jenis Pelayanan : Konsultasi, pemerikasaan dan kimia klinis
Pelaksana Pelayanan : Dokter Spesialis rehabilitasi medic, perawat isioterapi yang sudah terlatih.
Waktu Pelayanan : setiap hari kamis jam 07.30 S/D Selesai
Tarif : sesuai dengan pemerikasaan
d. Klinik Spesialis Radiologi
Koordinator : dr. Zaliyah,Sp.Rad
Jenis Pelayanan : Konsultasi, pemerikasaan foto
Pelaksana Pelayanan : Dokter Spesialis Radiologi, Dokter Umum Plus, peneta Rontgen, Petugas administrasi
Waktu Pelayanan : Setiap hAri jam 08.00-0900
Tarif : sesuai permintaan foto rontgen dari dokter pegirim
12. Klinik rehabilitasi medik
Koordinator : dr. Elhamangto Zuhdan
Jenis Pelayanan : Tindakan pemulihan kesehatan paru
Pelaksana Pelayanan : Ahlimadya Fisioterapi
Waktu Pelayanan : Setiap hari kerja jam 07.30 S/D Selesai
Tarif : sesuai dengan jenis tindakan
13. Klinik TB Anak
Koordinator : dr. M.Th.Pancawardhani
Jenis pelayanan : Pengelolaan pasien tersangka TB
Pelaksana pelayanan : Dokter Umum, Perawat.
Waktu pelayanan : 07.30 S/D Selesai
Tarif : Rp. 6000,-
14. Pojok DOTS
Koordinator : dr. Herti Rachmawati
Jenis pelayanan : Memberikan penyuluhan dan konseling tentang TB dan permasalahannya
Pelaksana pelayanan : Dokter Umum, Perawat, SKM
Waktu pelayanan : 07.30 S/D Selesai
15. Pelayanan Mobil Ambulance
Koordinator : Retno wulandari,SKM, M.Kes
Jenis pelayanan : Peminjaman Mobil Ambulance
Pelaksana pelayanan : Sopir Ambulance
Waktu pelayanan : Sesuai Dengan Hari Kerja Bila Diperlukan
Tarif : Sesuai Dengan Perda Prop.Jateng No.7 tahun 2003
16. Klinik VCT TB-HIV/AIDS
Koordinator : dr. Nurhayati M.Kes
Jenis pelayanan : Memberikan konsultasi dan tes secara sukarela pada orang yang pengen mengetahui kesehatannya terutama untuk penyakit TB dan HIV/AIDS
Pelaksana pelayanan : Dokter Umum, Konselor, Manajer Kasus, Ahli Madya Analis

Waktu pelayanan : Setiap hari kerja 09.00 s/d selesai
17. Klinik Asma
Koordinator : dr. Yuli Elvita
Jenis pelayanan : Pengelolaan Kasus Asma Baik Baik Kasus Baru Maupun Lama
Pelaksana pelayanan :
Waktu pelayanan : 07.30 s/d selesai
Tarif : Rp. 5.000,-
18. Klinik konseling berhenti merokok
Koordinator : Dididk suwarsono, S.KM
Jenis pelayanan : Pelayanan konsultasi car berhenti merokok, advokasi, penyebar luasan informasi bahaya merokok, tindakan pengukuran fungsi paru akibat asap rokok.
Pelaksana pelayanan : Dokter, Konselor, perawat, SKM
Waktu pelayanan : 07.30 s/d selesai
Tarif : Rp.10.000,-
19. Klinik Sanitasi
Koordinator : Zoky Abadi Harahap, S.KM
Jenis pelayanan : Pelayanan konsltasi sanitasi (erkaitan dengan kesehatan paru)
Pelaksana pelayanan : Sanitarian
Waktu pelayanan : 07.30 s/d selesai
Tarif : Rp.5.000,-
20. Klinik One Day Care (Pelayanan Perawatan Sementara)
Koordinator : dr. Sri Purwani B
Jenis pelayanan : Pelayanan Perawatan sementara pasien gawat paru
Pelaksana pelayanan : Dokter Spesialis, Dokter Umum Plus, Dokter Umum, Perawat
Waktu pelayanan : 07.30 s/d selesai
Tarif : sesuai jenis pelayanan (tindakan).
Jumat, 19 Februari 2010
KEGIATAN DILUAR GEDUNG
1. Penyuluhan kegiatan kelompok tentang kesehatan paru masyarakat melalui organisasi sosial, keagamaan dan organisasi profesi
2. Penyuluhan kesehatan paru dan pernafasan melalui media
elektronik dan cetak
3. Bekerja sama dengan RRI dalam program siaran Maskit (Masalah Kita) setiap bulan
4. Melaksanakan kegiatan senam asma di BKPM dan kunjungan ke sasana asma semarang
5. Mengadakan seminar kesehatan paru
6. Melakukan kunjungan rumah untuk pasien TB paru yang teranca drop out atau yang sudah drop out.
7. Meaksanakan fasilitasi,koodinasi pelayanan kesehatan paru dan pernafasan di 14 Kabupaten/Kota wilayah kerja BKPM Wilayah Semarang
8. Mengembangakan pelayanan TB dengan metode pendekatan keluarga
9. Melaksanakan evaluasi pengobatan TB paru
10. Surveilans epidemilogi penyakit TB dan HIV/AIDS
11. Deteksi din penyakit paru :
a. Tes mantoux untuk pelajar dan pekerja
b. Pelayanan spirometri untuk pelajar dan pekerja
12. Pelayanan VCT mobile untuk 9 BP4/BKPM se-jawa tengah
13. Pendampinagn manajer kasus untuk pasien TB-HIV
UPAYA KESEHATAN BERSUMBAR MASYARAKAT
1. Paguyuban paru sehat
2. Paguyuban penyandang asma

2. Penyuluhan kesehatan paru dan pernafasan melalui media

3. Bekerja sama dengan RRI dalam program siaran Maskit (Masalah Kita) setiap bulan
4. Melaksanakan kegiatan senam asma di BKPM dan kunjungan ke sasana asma semarang
5. Mengadakan seminar kesehatan paru
6. Melakukan kunjungan rumah untuk pasien TB paru yang teranca drop out atau yang sudah drop out.
7. Meaksanakan fasilitasi,koodinasi pelayanan kesehatan paru dan pernafasan di 14 Kabupaten/Kota wilayah kerja BKPM Wilayah Semarang
8. Mengembangakan pelayanan TB dengan metode pendekatan keluarga
9. Melaksanakan evaluasi pengobatan TB paru
10. Surveilans epidemilogi penyakit TB dan HIV/AIDS
11. Deteksi din penyakit paru :
a. Tes mantoux untuk pelajar dan pekerja
b. Pelayanan spirometri untuk pelajar dan pekerja
12. Pelayanan VCT mobile untuk 9 BP4/BKPM se-jawa tengah
13. Pendampinagn manajer kasus untuk pasien TB-HIV
UPAYA KESEHATAN BERSUMBAR MASYARAKAT
1. Paguyuban paru sehat
2. Paguyuban penyandang asma
3. KDS Arjuna Plus

KEGIATAN DALAM GEDUNG

BKPM semarang dapat melakukan pelayanan untuk mesyarakat umum, peserta ASKES dan keluarga miskin yang memiliki kartu Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM). Pelayanan dilaksanakan setiap hari senin s/d sabtu kecualihari libur.
Kunjungan pasien ke BKPM wilayah semarang samai tanggal 24 Desember 2009 sebanyak 42.718 orang terdiri dari 22.524 orang pasien laki-laki dan 20.194 orang pasien perempuan. Rata-rata kunjungan pasien baru perhari 109 pasien. Pasien yang datang ke BKPM wilayah semarang adalah dari kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan, dan beberapa kabupaten lainnya disekitar Semarang dan kadang lebih jauh lagi, misalnya Kabuaten Boyolali dan Kabupaten Kudus.
Langganan:
Postingan (Atom)